Kamis, 02 Februari 2012

cerpen : "Pupus"

oke,ini cerpen gue untuk yang kesekian kalinya. silahkan anda baca,kalau anda berminat jadikan cerpen ini sebagai sumber inspirasi perfilman kalian,atau kalo ga penting ya ga perlu dibaca.
ini karangan campuran yang paling gue suka. antara fiktif,nyata,dan apapun itu yang ada di otak gue.
gue ngefans banget dan pengen banget jadi si Raditya Dika atau kisah sukses si Pocongg gue pengen semua karangan ilusi gue dibukukan dan ada pihak yang baik hati dan berminat masuki surga ngejadiin cerpen gue sebagai film tv mereka..
oke kawan,chek it out !!!!!!!!!!!!!!



PUPUS
Aku tersenyum senang,hatiku riang. Ya,seperti remaja pada umumnya,aku sedang merasakan sesuatu yang manusiawi,ada gejolak dalam dada,aku jatuh cinta. Ini belum berlangsung lama,baru saja 2 jam lalu saat aku berpapasan dengan salah satu siswa disekolahku. Aku baru melihatnya,mungkin karena posisi kami yang baru,sama-sama baru menginjak SMA bulan ini.
Ada yang aneh,tidak biasanya aku seperti ini,aku merasa dia berbeda,dan aku menyukainya sejak pertama jumpa.

“Rin..Rini..hoy !” sebuah suara mengagetkanku,tak sadar ada yang menepuk pundakku dari belakang.
“Eh..oh..” aku gelagapan kaget,itu Siska teman kelasku.
“Rin,kamu kenapa sih?” Siska menatapku heran.
“Gapapa” aku tersenyum,menyembunyikan wajah maluku, aku sadar sedari tadi aku tersenyum sendiri,seperti orang gila.
“Ya ampun,dari tadi kau cengar-cengir sendiri seperti orgil” Siska geleng-geleng kepala.
“Eh..aku lagi seneng aja kok”
“Kenapa? Kamu lagi naksir cowo?”
“Ko tau?” aku bengong,hebat betul Siska bisa menebak perasaaanku.
“Ya ampun Rin,sikapmu itu menunjukkan cirri-ciri orang lagi jatuh cinta !” Siska menepuk jidatnya. Aku manggut-manggut.
“Yah,ketauan deh” aku menunduk,tersipu malu.
“Hahaha,udahlah,kamu lagi naksir siapa?” Siska menyenggolku manja.
Aku diam saja,mataku tetap focus melihat lapangan basket.
“Oh iya,kamu suka dia ya !” tunjuk Siska pada seorang siswa yang tengah asik mendribble bola basketnya.

Aku terperangah,kenapa Siska bisa tau? Pikirku heran. Benar,lelaki yang ditunjuknya itu adalah yang aku suka,dia tinggi,manis dan yah sepertinya jago basket.
“Bener kan?” lanjutnya lagi sambil terus menyenggolku.
Aku mengangguk perlahan,menunduk malu.
“Bener kan?” Siska mengulang pertanyaannya.
“Iya” bisikku pelan.
“Ngomong dong dari tadi,kamu tau ga namanya siapa?”
Aku menggeleng.
“Payah ah,masa naksir tapi gatau nama”
“Emang kamu tau?” aku balik bertanya.
“Taulah,orang dia pernah satu sekolahan sama aku pas SMP dulu”
“Namanya siapa?” tanyaku ragu.
“Mau tau? Wani piro?” Siska tergelak. Aku cemberut melihat tingkahnya.
“Haha,iya iya aku kasih tau,namanya bagus kok Jajang”
“Ha serius?!” aku kaget,tak disangka lelaki se cool itu bernama Jajang.
“Bercanda ko,namanya Leon”
“Namanya bagus” pujiku pelan.
“Tuh kan ! Kamu suka ya?” Siska berteriak heboh.
“Sst ! Jangan berisik !” seruku mengingatkan.

Sudah 1 bulan ini aku mengagumi Leon tanpa pernah menyapanya atau mengobrol dengannya,nomer hapenya saja aku tak punya. Memandangnya dari kejauhan saja sudah cukup,apalagi berpapasan,aku seperti terbang melayang. Ah,cinta memang dahsyat. Sejauh ini yang aku tau dia belum punya pacar. Aku berharap selamanya sampai aku mengenalnya lebih dekat dia tetap pada posisinya yang sekarang,jomblo.

“Rin..” Finska mendekatiku,wajahnya terlihat senang.
“Ada apa?” tanyaku heran.
“Kamu kan jago bikin puisi,bantuin aku dong”
“Bantuin apa?”
“Bikinin puisi cinta buat someone specialku” Finska tersenyum.
“Kamu mau nembak cowo?” tanyaku penasaran.
“Emm,dibilang nembak juga bukan,tapi usaha apa susahnya sih”
“Ya aneh aja,emansipasi wanita sih emang harus,tapi ga gini-gini juga kale” responku.
“Whatever deh,pokonya buatin aku puisi buat cowo terhebat di sepuluh enam” pinta Finska.
Aku mengangguk.
“Tengkyu !” Finska merangkulku manja.
“Ih,apaan deh !”

Aku masih memikirkan puisi yang dipesan Finska sampai pada akhirnya aku curiga,siapa cowo terhebat yang dia maksud? Sepuluh-Enam,kelas yang sama dimana lelaki yang aku suka juga ada disana. Leon memang tidak terlalu tampan,namun bagiku dia hebat,hebat dalam berbagai bidang. Itulah yang membuatku suka,info itupun aku dapat secara sembunyi-sembunyi.

“Kenapa Rin?” Siska menatapku bingung.
“Eh,lagi mikir aja,Finska pesen puisi cinta”
“Buat siapa?”
“Katanya buat cowo terhebat di sepuluh-enam”
“Ha? Siapa lagi yang ditaksir dia? Setauku di sepuluh-enam ga ada yang ganteng deh”
“Iya sih,tapi kan pandangan orang beda-beda” jawabku datar.
“Hem,kamu takut yang ditaksir Finska Leon ya?” tebak Siska.
Aku hanya mengangkat bahu.

DUK ! Bola basket memantul pelan kearah pembatas lapangan,menggelinding tepat dihadapanku.
Aku mengambilnya,memainkannya dan memasuki lapangan.

“Hoy kembaliin dong” pinta seseorang,aku tak perhatikan betul wajahnya,itu suara lelaki. Mataku tetap focus melihat pantulan dan gerak bola.
“Hoy,kembaliin” suara itu kembali terdengar. Aku melihat sekeliling,sepi. Siapa yang bicara?
“Hey,aku disini” seorang anak seusiaku melambaikan tangannya tepat diwajahku. Aku melongo,wajah itu aku mengenalinya. Itu Leon !
“Eh..oh..maap” aku gelagapan,kikuk dan salah tingkah.
“Gapapa,serius amat mainnya,mau main bareng? Aku sendirian nih”

Aku mencubit lenganku sendiri,sakit. Tandanya aku tak sedang bermimpi,aku menatap arlojiku,ini jam pulang sekolah,sudah jam 3 sore,berhubung aku tak punya kegiatan tambahan,aku langsung mengangguk.

“Kamu ga ada eskul kan?” tanyanya lagi.
“Iya kebetulan ini hari Rabu,kalo besok aku ada basket” jawabku.
“Basket? Kamu anak basket?” tanyanya heran. Aku seperti diremehkan.
“Iya” jawabku singkat.
“Hem,aku juga ikut basket tapi kok jarang ketemu ya? Mungkin karena jadwalnya beda. Aku ambil Sabtu Minggu. Kamu?”
“Senin Kamis”
“Oke,kalo gitu kita main ya” ajaknya.
Aku mengangguk,tersenyum senang. Akhirnya aku bisa dekat juga dengannya.

1 jam lamanya kami bermain,aku tertawa lepas,ada saat-saat mendebarkan saat aku hendak mencuri bola dari tangannya dan dia menghadangku saat shoot ingin ku lakukan.

“Eh,udah sore” aku berhenti,menatap langit yang mulai gelap tertutup awan mendung dan arlojiku menunjukkan pukul 16.30.
“Hem,oke. Kamu pulang naik apa?” tanyanya.

Aku berdebar,sedikit pede kalau saja dia hendak mengantarku pulang dengan motornya atau menemaniku pulang dengan angkutan umum.

“Naik angkot” jawabku pelan.
“Aku dijemput” katanya. Aku menelan ludah,pupus sudah anganku barusan.
“Oh iya,namamu siapa ya?” dia mengulurkan tangannya. Aku baru sadar,satu jam kita menghabiskan waktu bersama tapi dia tak mengenaliku.
“Aku Rini” aku menjabat lengannya.
“Aku Leon,kamu anak sepuluh berapa?”
“Sepuluh-lima,kamu?” tanyaku pura-pura tak tahu.
“Sepuluh-enam,sayangnya jarang liat,kelas kita jauhan sih”
“Haha,iya”
“Oh ya,boleh minta nomer hape?” pintanya. Dia menatapku. Aku benar-benar ingin terbang,rasanya seperti mimpi !
“Bo..boleh kok” jawabku gugup.
Dia menyodorkan handphonenya,aku mulai mengetik 11 digit angka nomer hapeku.
“Ini,save sendiri ya” aku menyodorkannya kembali.
“Oke,kamu temennya Siska kan?” tebaknya.
“Ko tau?”
“Sering liat aja Siska jalan bareng kamu,haha”
“Aku pulang dulu ya,nanti malem kita smsan. Oke?” pamitnya.

Dia melambaikan tangannya dan berlari pergi meninggalkanku yang masih berdiri di sudut lapangan. Lagi-lagi aku mencubit lenganku,sakit. Aku benar-benar tak bermimpi,penantianku selama satu bulan penuh ini membuahkan hasil,ini adalah hari terindah sepanjang sejarah kisah asmaraku.
Semakin hari aku semakin bahagia,senyum selalu mengembang di bibirku. Aku semakin dekat dengan Leon,bahkan Leon rela mengikuti jadwal eskul basketku.

“Kamu jadian ama Leon?” tiba-tiba Finska menghampiriku dengan tatapan berbeda.
“Engga,kita Cuma temen” jawabku.
“Yang bener? Deket banget”
“Emang kenyataannya begitu. Emang kenapa?’
“Gapapa,Cuma Tanya aja,abis aku liat di hapenya Leon isinya SMSmu semua,mana kayanya dia perhatian banget sama kamu,kaya bukan temen biasa” tuturnya.
“Ko kamu bisa tau sih? Emang kamu sodaranya?” tanyaku heran.
“Bukan,cuman ya gitu deh” jawabnya sembari meninggalkanku.

Aku kembali teringat kata-katanya beberapa minggu yang lalu,saat dia memesan puisi cinta dariku. Aku curiga,apa Finska menyukai Leon? Ku buang perasaan itu jauh-jauh,aku hanya tak ingin kedekatanku dengan Leon mengakibatkan pertemananku dengan Finska hancur.
Sudah 6 bulan ini aku dan Leon semakin akrab. Banyak yang mengira aku sudah resmi menjadi kekasihnya,namun tidak demikian. Memang sejak awal aku merasa janggal dengan sikapnya,caranya memperlakukanku seperti lebih dari teman ataupun sahabat,dia begitu perhatian dan bahkan sering mengungkit-ungkit perasaanku. Aku merasa ada yang berbeda,seperti tanda kalau dia menyukaiku,tapi aku tak mau terlalu pede,biarlah ini mengalir apa adanya.

“Rini !” Siska mengagetkanku dari belakang,aku tersentak kaget sampai-sampai aku tersedak.
“Eh,sorry Rin,gatau kalo kamu lagi makan” Siska terlihat panik.
“Gapapa Sis” jawabku.
“Hehehe”
“Ada apaan sih?” tanyaku heran.
“Tau ga sih,Leon sering curhat ke aku” Siska membuka pembicaraan.
“Terus?”
“Dia nanya-nanyain all about kamu Rini !!!” seru Siska bersemangat.
“Apaan?” aku mengernyitkan dahi.
“Ya dia Tanya-tanya tentang kamu terus dan kamu tau ga sih,sebenarnya dia suka kamu”

Aku diam. Suasana hening,kelas memang sepi karena sekarang adalah jam istirahat. Hanya ada aku yang tengah menikmati bekal dan datanglah Siska membawa kabar yang membuatku terdiam.

“Ko diem?” Siska menepuk-nepuk bahuku.
“Iya” responku.
“Spechlees ya?” Siska mencubit lenganku.
“Sakit,dudul !”
“Haha,udah jadian aja sana”
“Aku ga percaya”
“Ko gitu?”
“Ya abis aku ga denger langsung dari mulutnya,aku taunya dari orang lain,bisa aja dia boong” terangku.
“Tapi dia serius Rini,aku berani taruhan” Siska menatapku tajam.
“Santai aja Sis,gausah lebay deh”
“Abis kamu ga percayaan banget sih,kurang cukup apa bukti-bukti betapa perhatiannya dia sama kamu,dia nganggep kamu lebih dari sahabat” jawab Siska.
Aku hanya manggut-manggut dan kembali tak bersuara.
“Hoy,Rin !” Siska kembali berteriak.
“Apalagi?”
“Oke deh,kamu Tanya aja langsung ke orangnya biar kamu percaya,beres kan?”
“Iya” responku singkat.

Aku gelisah,hatiku tak menentu,antara percaya atau tidak yang jelas aku masih ragu. Apa yang membuatnya menyukaiku jika ia benar-benar suka padaku? Jelas,tampangku tak terlalu cantik,Finska jauh lebih cantik dibanding aku,aku ini tomboy,tak terlalu suka gaya wanita namun aku juga bisa merasakan cinta. Lalu apa yang dia suka?
Sore ini aku menemuinya di sudut lapangan,tempat beristirahat saat latihan basket dimulai. Dan untungnya jadwal latihan sekarang hanya 45 menit,waktu yang sebentar dan aku memiliki banyak waktu untuk mengobrol dengan Leon.

“Rin? Belum pulang?” Tanya Leon saat aku berjalan mendekatinya.

Aku menggeleng,dia sibuk mengelap keringatnya,andai aku ini resmi kekasihnya,aku juga mau membantunya mengelap keringat dengan handuk kecilku sendiri.

“Mau ngomong..” ucapku pelan.
“Apa?” Leon terlihat heran.

Aku menghela nafas panjang,berat rasanya untuk membicarakan ini,namun aku juga butuh kepastian.

“Siska bilang kamu suka aku. Apa iya?” aku membuka obrolan. Leon diam saja,5 menit berlalu dia angkat bicara.
“Kalo iya kenapa,kalo engga juga kenapa?” Leon memutar pertanyaan.
“Aku Cuma pengen nanya dan pengen tau” balasku.
“Oke. Aku suka kamu tapi aku lebih suka nganggep kamu sahabat deket aku…” jawabnya.
Aku memutar bola mataku,tak berani menatapnya,untuk apa aku bertanya jika jawabannya tak sesuai dengan apa yang dikatakan Siska?
“Jadi kamu ga suka aku kan?” aku memastikan.
“Aku suka kamu sebatas sahabat..gapapa kan?”
“Gapapa ko,itu kan hak kamu,haha” aku tertawa paksa. Dia juga tersenyum.
“Kalau kamu? Gimana perasaanmu sama aku?”
“Sama kaya kamu,aku suka punya sahabat kaya kamu” jawabku lirih.
“Kamu yakin?” Leon ragu.
“Emang kamu maunya gimana?”
“Kamu ga bisa nganggep aku lebih dari sahabat?”
Aku tak mengerti apa yang dikatakannya,dia egois,mungkin itu gambaranku saat ini.
“Bukannya kamu yang bilang,kita sahabatan?” aku kembali mengulang kata-katanya.
“Oke. Kita sahabatan aja,itu lebih baik” dia tersenyum. Aku membalas senyumnya.
“Iya,lagipula ada orang lain yang suka kamu” bisikku pelan.
“Finska? Aku dapet puisi ini dari dia”
Aku kaget,tak percaya kalau Finska benar-benar memberikan puisi itu untuk Leon.
“Hahaha,mungkin..” jawabku.
“Puisinya bagus..tapi dia bilang ini bukan karyanya”
Aku diam saja,aku ingin menjerit,memberitahukannya kalau itu puisiku.
“Aku pulang dulu” pamitku. Dia hanya mengangguk pelan.

Aku benar-benar lemas,perasaanku tak karuan. Kecewa,menyesal,sedih dan ah tak tau apalah itu. Kalau saja aku tau akan berujung seperti ini,aku tak ingin memulainya.
Aku berjalan gontai memasuki kelas,Finska menatapku iba,entah iba atau dia menyindirku karena dia tahu perihal kemarin?

“Rini..” Siska memanggilku. Aku menengok lalu melanjutkan langkahku.
“Eh Rin,gimana? Kamu udah Tanya kan sama Leon?” Siska kembali bertanya.
“Udah. Jujur,dia ga suka aku”
“Serius? Pengecut banget tuh orang,dia bilang dia suka kamu tapi dia gatau gimana ngungkapinnya,lagian dia takut kamu nolak..”
“Iya udah Sis,jangan dibahas” pintaku.

Semenjak kejadian itu aku dan Leon sudah jarang berkomunikasi,kontaknya di hapeku sudah aku hapus. Jadwal basketnya pun berubah kembali. Aku dan Leon semakin menjauh.
Sudah 3 bulan berlalu,kulihat Finska dekat dengan Leon tapi kudengar kabar Leon sudah memiliki kekasih. Ya aku tak tau itu siapa yang jelas itu bukan Finska.

“Hai..” Leon menyapaku ditengah-tengah istirahatku berlatih basket.
“Ada apa?” tanyaku heran.
“Udah jarang ketemu ya biar satu sekolahan”
“Iya”
“Kamu kenapa ga sms aku lagi?”
“Masih perlu? Takut ganggu”
“Ya enggalah,justru aku seneng”
“Pacarmu?”
“Udah putus ko”
“Oh”
“Kamu masih mau kan sms aku?”
“Terserah,kupikir kamu udah lupa sama aku jadi ya aku juga males sms kamu”
“Rini..”
“Kenapa lagi?”
“Kamu marah?”
“Ga ko”

Kita kembali diam,angin sore menerpa wajahku. Leon memandang sekeliling lapangan,dia memakai jeans dan kemeja kotak-kotak,tak terlihat dia hendak ikut berlatih basket. Jadi apa dia sengaja datang kemari untuk menemuiku?

“Aku pulang dulu” dia pergi meninggalkanku.
“Ya”

1 minggu ini dia mencoba mendekatiku kembali,awalnya aku ragu untuk merespeknya,namun entah kenapa ada dorongan yang kuat dari hatiku untuk terus meladeninya. Sejujurnya dia telah menyakitiku,menggantungkan hubungan dan membuat pupus harapan. Tapi aku tak bisa membencinya berlarut-larut. Dan kupikir,dia sudah berubah seperti awal bertemu.
Kita kembali dekat,walau tak seperti dulu. Aku masih bisa dibuat tersenyum dan tersipu malu olehnya. Hatiku tergerak untuk mencoba menyukainya kembali walaupun sejujurnya dari awal memang kusuka dan itu susah dilupakan.
Namun kebahagiaan itu hanya sementara,aku kembali di uji. Entah kenapa aku dan Leon kembali menjauh. Leon yang menjauhiku secara perlahan namun sukses membuatku sakit. Aku seperti dipermainkan. Datang dan pergi sesuka hati,dia mendekatiku saat tak ada wanita yang mendekatinya atau lebih tepatnya saat dia putus cinta. Kalau aku hanya dijadikan pelarian,kenapa tak dari awal aku dijadikan kekasihnya? Aku tak habis pikir,apa maunya selama ini.

Sudah 1 tahun berlalu,aku mengenang saat itu,saat pertama kita berkenalan dan menghabiskan waktu bersama dilapangan basket. Awalnya impianku jadi kenyataan namun berakhir luka. Namun satu hal yang tak bisa kubuang,rasa suka itu masih terus melekat,aku masih mengaguminya dan terus mengaguminya,tak peduli seberapa banyak lelaki didunia ini,aku masih suka Leon walau aku sadar dia telah menyakitiku berkali-kali..
Ah sudahlah,pupus. Ya biarkan,ini cerita yang mungkin sudah biasa. Gelar lajang masih menempel pada diriku. Calon pacar kini Cuma bualan. Setidaknya aku pernah merasa jatuh cinta dan dekat dengan orang yang kusuka. Itu sudah cukup bagiku. Dan ini membuatku malas untuk mencari cinta yang lain..